Candesartan, Obat Tekanan Darah yang Kini Terbukti Bantu Cegah Migrain

Penulis: Tri Widyawati

Bagi banyak orang, migrain bisa menjadi mimpi buruk  ditandai dengan adanya serangan nyeri kepala hebat yang datang tiba-tiba, disertai mual, gangguan penglihatan, dan sensitivitas terhadap cahaya. Tidak hanya mengganggu aktivitas, migrain juga bisa menurunkan produktivitas dan kualitas hidup. Kabar baiknya, penelitian terbaru menemukan fungsi baru candesartan, obat yang selama ini digunakan untuk mengendalikan tekanan darah tinggi, ternyata juga efektif mencegah migrain.

Bukti Ilmiah dari Uji Klinis Besar

Penelitian yang dipublikasikan di The Lancet Neurology ini melibatkan 457 peserta dengan episodik migrain. Mereka dibagi menjadi tiga kelompok: menerima candesartan 16 mg, candesartan 8 mg, atau plasebo, setiap hari selama 12 minggu.

Hasilnya menunjukkan bahwa peserta yang mengonsumsi candesartan 16 mg mengalami penurunan rata-rata dua hari serangan migrain per bulan, dibandingkan hanya satu hari pada kelompok plasebo. Efek samping yang paling sering dilaporkan hanyalah pusing ringan, dan sebagian besar pasien dapat mentoleransi obat dengan baik.

Harapan Baru untuk Penderita Migrain

Temuan ini memberikan angin segar bagi dunia neurologi. Candesartan dinilai aman, mudah dikonsumsi, dan terbukti membantu mencegah migrain, terutama pada pasien yang tidak cocok dengan obat pencegah lain seperti propranolol atau topiramat. Namun, peneliti tetap menekankan pentingnya studi lanjutan dan pemantauan jangka panjang untuk memastikan manfaatnya di dunia nyata.

Kesimpulan:
Candesartan kini bukan hanya sekadar obat tekanan darah, tetapi juga harapan baru bagi penderita migrain. Langkah ini menekankan pentingnya penelitian lintas bidang  bagaimana satu molekul bisa memberi manfaat bagi dua penyakit yang berbeda.

Catatan: Selalu konsultasikan dengan dokter sebelum memulai terapi baru, termasuk untuk migrain.

Referensi:

Øie LR dkk. Candesartan versus placebo for migraine prevention in patients with episodic migraine: a randomized, triple-blind, placebo-controlled, phase 2 trial. The Lancet Neurology. 2025;24(10):817–827.

Dari Lambung hingga Aliran Darah: Memahami Perjalanan Mikroplastik di Dalam Tubuh

Penulis: Prof. dr. Tri Widyawati, M.Si., Ph.D

Bayangkan, partikel plastik yang kita buang setiap hari akan masuk ke tubuh kita esok hari.

Era Plastik: Nyaman tapi Mengkhawatirkan

Kehidupan modern tak pernah lepas dari plastik. Hampir setiap aktivitas kita sehari-hari bersinggungan dengan benda yang terbuat dari plastik, mulai dari botol air, kantong belanja, hingga bungkus makanan. Sayangnya, plastik tidak mudah terurai. Lama-kelamaan, benda ini akan hancur atau pecah menjadi partikel kecil yang disebut mikroplastik, berukuran kurang dari 5 milimeter, bahkan bisa jauh lebih kecil lagi. Dengan ukurannya yang kecil tersebut membuat mikroplastik mampu ‘menyelinap’ ke mana saja. Riset menunjukkan partikel ini telah ditemukan di laut, sungai, udara, tanah, bahkan pada bahan pangan sehari-hari. Garam, air minum dalam kemasan, seafood, sampai susu dilaporkan mengandung mikroplastik. Artinya, hampir semua dari kita kemungkinan besar sudah pernah menelannya.

Bagaimana Mikroplastik Masuk ke Dalam Tubuh?

Sumber utama paparan mikroplastik adalah makanan dan minuman. Ikan, kerang, dan udang dapat membawa partikel plastik dari lingkungan laut yang tercemar. Mikroplastik juga bisa terlepas dari air botol kemasan. Bahkan wajan anti lengket yang tergores dapat menambah paparan. Selain itu, mikroplastik juga bisa terhirup bersama udara rumah. Serat sintetis dari pakaian atau debu rumah tangga kerap mengandung plastik halus. Jalur lewat kulit memang relatif kecil, namun tetap tidak bisa diabaikan.

Lalu muncul pertanyaan, apakah mikroplastik hanya melintas dan dikeluarkan tubuh, atau ada yang berhasil menembus pertahanan biologis dan masuk ke organ penting? Setelah tertelan, mikroplastik melewati lambung dan masuk ke usus. Kebanyakan partikel akan ikut keluar bersama feses. Namun, partikel berukuran mikro hingga nano dapat melewati dinding usus. Menurut Winkler dkk. (2023), ada dua kemungkinan mekanismenya, pertama, melalui celah antar sel, dan kedua diserap melalui proses endositosis, mirip cara tubuh menyerap nutrisi. Meskipun jumlahnya tidak besar, partikel yang lolos dapat menimbulkan masalah jika menumpuk dalam jangka panjang. Untuk memahami risiko, para peneliti  menggunakan hewan coba. Hasil penelitian Lee dkk. (2022) pada hewan coba tikus terkait mikroplastik jenis polytetrafluoroethylene (PTFE) melaporkan tidak muncul tanda keracunan parah, dan partikel pun tidak terdeteksi dalam darah. Kisaran penyerapannya sangat rendah. Meskipun demikian, keterbatasan alat deteksi membuat hasil ini belum final. Sementara itu, Winkler dkk. (2023) mencatat penelitian lain dengan bahan plastik polistiren dan polietilen dapat memicu peradangan usus, mengganggu mikrobiota, dan menyebabkan stres oksidatif pada percobaan hewan. Kesimpulannya, jenis, ukuran, dan dosis paparan sangat menentukan efek kesehatan mikroplastik. Bagaimana dengan bukti pada tubuh manusia? Pada manusia, bukti semakin kuat. Beberapa penelitian menemukan mikroplastik di paru-paru, darah, bahkan plasenta. Temuan di plasenta sangat mengejutkan karena menandakan paparan dapat terjadi sejak janin masih dalam kandungan. Meskipun belum ada data pasti mengenai jumlah atau lama partikel yang tinggal di tubuh, keberadaannya di organ vital sudah menjadi peringatan serius.

Dampak Mikroplastik bagi Kesehatan

Jika mikroplastik bertahan di tubuh, efek yang mungkin muncul antara lain:

  • Gangguan usus yang dapat mengganggu keseimbangan flora usus dan memicu peradangan.
  • Stres oksidatif, paparan mikroplastik dapat memicu radikal bebas yang merusak sel, terkait penuaan dini dan kanker.
  • Gangguan hormonal akibat zat tambahan dalam plastik, seperti BPA dan ftalat yang dapat bertindak sebagai pengganggu endokrin (endocrine disruptors) sehingga terjadi masalah dalam mengontrol keseimbangan hormon, metabolisme, serta kesuburan.
  • Efek reproduksi, terjadi penurunan kualitas sperma dan merusak ovarium.
  • Potensi gangguan saraf, menyebabkan perubahan perilaku dan fungsi otak.

Perspektif Farmakologi: ADME

Dalam farmakologi, perjalanan suatu zat dipahami dengan konsep ADME: Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi. Mikroplastik berbeda dengan obat karena tidak bisa dimetabolisme oleh hati. Jadi, ia hanya bisa berpindah, menempel, atau menumpuk di jaringan. Oleh karena itu, penelitian farmakokinetik mikroplastik penting untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seberapa banyak yang bisa terserap, di mana ia menumpuk, dan berapa lama bertahan dalam tubuh. Jawaban ini penting untuk menyusun strategi perlindungan kesehatan.

Langkah yang Bisa Kita Lakukan

Sambil menunggu penelitian lebih lengkap, ada beberapa cara sederhana yang bisa kita terapkan:

  • Kurangi plastik sekali pakai dengan memilih botol minum isi ulang, tas kain, dan wadah non-plastik.
  • Utamakan makanan segar dan membatasi makanan kemasan plastik.
  • Perhatikan peralatan dapur seperti tidak menggunakan wajan anti lengket yang sudah rusak.
  • Dukung edukasi dan regulasi dengan mendorong kebijakan yang membatasi penggunaan plastik sekali pakai.

Penutup: Ancaman Kecil, Dampak Besar

Mikroplastik adalah polusi tak kasatmata, tetapi dampaknya nyata. Lee dkk. (2022) menilai penyerapannya lewat usus mungkin rendah. Namun, Winkler dkk. (2023) mengingatkan bahwa partikel yang berhasil masuk bisa menumpuk dan menimbulkan masalah kesehatan di masa depan.

Seperti asap rokok atau polusi udara, mikroplastik adalah ancaman kesehatan yang tidak boleh diremehkan. Mulailah dari hal kecil dengan mengurangi plastik di rumah, memilih makanan segar, dan mendukung kebijakan ramah lingkungan. Langkah sederhana hari ini bisa menjadi perlindungan besar untuk kesehatan kita dan generasi mendatang. Kesehatan kita dimulai dari pilihan kecil sehari-hari, termasuk mengurangi plastik di meja makan kita.

(*Guru Besar Farmakologi Fakultas Kedokteran USU)

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang perlu diwaspadai karena mengakibatkan fungsi paru-paru yang terganggu semakin bertambah usia. Yuks disimak video lengkapnya mengenai penyebab, faktor risiko dan bagaimana pencegahannya disini ya.

Penyakit Paru Obstruktif kronis atau PPOK

Obat Batuk ini Tidak untuk Anak

Sahabat, batuk merupakan bagian dari mekanisme pertahanan tubuh dan juga dapat menjadi penanda suatu penyakit. Yuks disimak sekilas tentang macam-macam batuk dan pilihan obatnya. Pada anak ada obat yang tidak direkomendasikan lho..sila disimak disini ya…

error: Izin dulu ya, Terimakasih